Total Pageviews

Tuesday, December 7, 2010


ANALISIS TINGKAT KEPENTINGAN RELATIF ASPEK SERVICE QUALITY

Peneliti: Suparno Saputra, SE.,MM
Dosen Tetap Politeknik Pos Indonesia

1.  Latar Belakang

Di Amerika Serikat, pekerjaan jasa sekarang menguasai 79% dari semua pekerjaan dan 74% dari produk domestik bruto (Kotler, 2005:110).  Kemudian, John E. Bateson (1989) mengungkapkan, 58% dari total produk nasional bruto --- PNB (gross national product --- GNP) dunia adalah berasal dari sektor jasa. Penelitian lain oleh Carlzon (brown, et al., 1991) mengungkapkan bahwa dewasa ini di banyak negara hampir 70% dari total angkatan kerjanya menekuni sektor jasa. (Lupiyoadi, 2006 : 3).
Di Indonesia, industri jasa (industri tersier) juga terus mengalami perkembangan. Dari sisi pertumbuhan, industri ini mengalami peningkatan pada tahun 1983-1994 sebesar 40%, menjadi 42,1%. Padahal pada periode yang sama, industri primer mengalami penurunan tajam sebesar 44% atau menjadi hanya 27% (sumber: BPS). Demikian juga apabila dilihat dari kontribusi industri jasa terhadap produk domestik bruto --- PDB (gross domestic product --- GDP). Meskipun tidak terlalu tinggi peningkatannya, tetapi pada tahun 1983 terkontribusi sebanyak 32% dan pada tahun 1994 sudah mencapai 35% dari total PDB. Demikian juga hal pangsa tenaga kerja, industri ini pada tahun 1990 sudah menyerap kurang dari 14% total tenaga kerja Indonesia. (Lupiyoadi, 2006:3).
Berbagai faktor bisa dikemukakan sebagai pemicu perkembangan sektor jasa yang demikian pesat, diantaranya (Lovelock, Paterson & Walker, 2004) dalam Fandy Tjiptono (2005:5) :
1.      Internasionalisasi dan globalisasi, seperti ”hollowing out effect”, peningkatan perdagangan jasa, dan bertumbuhnya pelanggan global.
2.      Perubahan regulasi pemerintah, seperti deregulasi dan privatisasi di sejumlah sektor usaha (seperti perbankan, transportasi, telekomunikasi, dan layanan publik), serta kesepakatan baru antar negara dalam hal perdagangan jasa (General Agreement on Trade in Service (GATS) ditandatangani oleh 110 negara pada tahun 1994).
3.      Perubahan sosial, seperti meningkatnya ekspektasi pelanggan, bertambahnya waktu luang, meningkatnya pendapatan di sejumlah negara, dan semakin banyaknya wanita yang masuk ke dalam angkatan kerja.
4.      Tren bisnis, seperti pengendoran standar asosiasi profesional (sejumlah asosiasi jasa profesional mulai mencabut larangan terhadap aktivitas promosi dan periklanan, diantaranya profesi akuntan, arsitek, dokter, pengacara, dan optometrist), penerapan orientasi pemasaran oleh organisasi nirlaba, berkembangnya outsourcing terhadap jasa-jasa non-inti (non-core service), berkembangnya gerakan kualitas (Total Quality Management), dan bertumbuhnya bisnis waralaba (franchising)
5.      Kemajuan teknologi, seperti konvergensi komputer dan telekomunikasi, miniaturisasi, digitalisasi, dan perangkat lunak yang semakin canggih.
Menurut Hermawan Kartajaya (2006:25), dengan semakin banyaknya perusahaan penyedia jasa maka tidak bisa dihindari persaingan yang menjadi lebih ketat dan setiap penyedia jasa harus mempunyai keunggulan bersaing, yang salah satunya adalah kualitas pelayanan yang baik, yaitu sesuai dengan kebutuhan dan keinginan pelanggan. Sejalan dengan kondisi tersebut, maka setiap organisasi atau pelaku bisnis harus fokus pada konsumen, dimana fokus pada konsumen merupakan pilihan strategis bagi industri dan dunia usaha agar mampu bertahan di tengah situasi lingkungan ekonomi yang memperhatikan kecenderungan fluktuasi curam, perubahan demi perubahan, persaingan tinggi, dan semakin canggihnya kualitas hidup. Salah satu cara adalah dengan menciptakan kepuasan pelanggan melalui peningkatan kualitas, karena pelanggan fokus utama ketika kita mengungkap tentang kepuasan dan kualitas jasa. Persoalan kualitas sudah menjadi ”harga yang harus dibayar” oleh perusahaan agar tetap dapat bertahan dalam bisnisnya. (Lupiyoadi, 2006:168).
Di Indonesia tuntutan konsumen dipayungi dengan hadirnya Undang-Undang Konsumen yang melindungi mereka dari rendahnya kualitas jasa yang diberikan perusahaan. UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UU Konsumen) yang berlaku secara efektif sejak tanggal 20 April 2000 menjadi payung hukum bagi tuntutan konsumen. (Lupiyoadi, 2006:168). Kualitas suatu layanan menjadi isu yang dipandang sangat penting dalam memasarkan produk dewasa ini supaya produk dapat diterima dengan baik di pasar. Untuk menciptakan kualitas layanan yang tinggi, perusahaan harus menawarkan layanan yang mampu diterima atau dirasakan pelanggan sesuai dengan atau melebihi apa yang diharapkan pelanggan. Semakin tinggi kualitas layanan yang dirasakan pelanggan dibanding harapannya, pelanggan tentu akan semakin puas. (Istijanto, 2005:174).
Salah satu faktor yang menentukan tingkat keberhasilan dan kualitas perusahaan, menurut John Sviokla (1990), adalah kemampuan perusahaan dalam memberikan pelayanan kepada pelanggan. Keberhasilan perusahaan dalam memberikan layanan yang berkualitas kepada para pelanggannya, pencapaian pangsa pasar yang tinggi, serta peningkatan laba perusahaan tersebut sangat ditentukan oleh pendekatan yang digunakan (Zeithmal, Berry, dan Parasuraman, 1996) dalam Lupiyoadi (2006:181). Dalam rangka menghasilkan suatu pelayanan yang berkualitas, perusahaan dituntut untuk dapat mengukur kualitas pelayanan yang telah diberikan kepada pelanggannya dengan menggunakan model yang lazim digunakan dalam proses penelitian. Dalam hal ini SERVQUAL memiliki aplikasi skala pengukuran yang disebut dengan multiple – item scale yang merupakan hasil penelitian Parasuraman, Zeithmal, dan Berry (1988). Model dengan validitas dan reabilitas yang baik tersebut digunakan perusahaan untuk dapat mengerti lebih baik harapan dan persepsi pelanggan akan pelayanan yang diinginkan, yang dapat menghasilkan peningkatan pelayanan. (Lupiyoadi, 2006:182)
Salah satu aplikasi yang digunakan dari model pengukuran SERVQUAL ini adalah dengan menentukan nilai kepentingan relatif lima dimensi yang mempengaruhi persepsi pelanggan. Pendekatan ini dilakukan dengan melakukan regresi nilai persepsi kualitas pelanggan dengan masing-masing nilai dimensi SERVQUAL. Kemudian, menurut penelitian yang dilakukan oleh Parasuraman, Zeithmal, dan Berry (1998), disimpulkan bahwa dari kelima dimensi tersebut terdapat kepentingan relatif yang berbeda-beda. (Lupiyoadi, 2006:183). Pelayanan yang berkualitas merupakan sumber diferensiasi utama jika perusahaan ingin keluar dari perang harga dan perang fitur. Pelayanan sebagai pembeda berlaku baik untuk industri produk maupun industri jasa. Bagi industri jasa yang banyak aspek intangible-nya (seperti : industri airlines, perbankan, asuransi, keuangan, telekomunikasi, dan airport). Kualitas pelayanan adalah ”produk” atau hal yang dibeli oleh pelanggan secara langsung. Sedangkan pada industri setengah jasa dan setengah produk (seperti : industri otomotif, electronic appliances, restoran, rumah sakit, modern market, department store), layanan berkualitas jelas merupakan basis pembeda. (Majalah Marketing 02/VII/Feb 2007 hlm. 31) 
Berbeda dengan produk, penilaian konsumen terhadap kualitas jasa terjadi selama proses penyampaian jasa tersebut. Setiap kontak yang terjadi antara penyedia jasa dengan konsumen merupakan gambaran mengenai suatu “moment of truth”, yaitusuatu peluang untuk memuaskan atau tidak memuaskan konsumen. (Farida Jasfar, 2005:48). Kualitas harus dimulai dari kebutuhan pelanggan dan berakhir pada persepsi konsumen (Kotler, 2000). Hal ini berarti bahwa citra kualitas yang baik bukanlah berdasarkan sudut pandang atau persepsi pihak penyedia jasa, melainkan berdasarkan sudut pandang atau persepsi konsumen. Konsumenlah yang mengkonsumsi dan menikmati jasa perusahaan, sehingga merekalah yang seharusnya menentukan kualitas jasa. Persepsi konsumen terhadap kualitas jasa merupakan penelitian menyeluruh atas keunggulan suatu jasa dari sudut pandang konsumen. Namun, perlu diperhatikan bahwa sifat jasa yang tidak nyata (intangible) menyebabkan sangat sulit bagi konsumen untuk menilai jasa sebelum dia mengalaminya, bahkan setelah dia konsumsi jasa tertentu pun, sulit bagi pelanggan untuk menilai kualitas jasa tersebut. (Farida Jasfar, 2005:48).  Berdasarkan uraian di atas maka perlu dilakukan penelitian yang berkaitan dengan ”Tingkat Kepentingan Relatif Dimensi Kualitas Pelayanan”.

Jika Anda memerlukan bahasan lebih lanjut, hubungi e-mail: suparno_saputra@yahoo.com

No comments:

Post a Comment