Total Pageviews

Tuesday, December 7, 2010


PENGARUH BRAND EQUITY TERHADAP COMPETITIVE ADVANTAGE

(Survei Terhadap Pengguna Telepon Seluler di Bandung)

Peneliti: 1. Rachmat Tri Yulianto, SE.,MM
2. Suparno Saputra, SE.,MM

 
 1.       Latarbelakang Masalah

Layanan komunikasi berbasis GSM (Global Systems for Mobile communications) merupakan terobosan tercanggih dalam jaringan telekomunikasi saat ini. GSM merupakan jaringan komunikasi nirkabel sehingga, selain praktis, mudah dibawa kemana pun (mobile), juga memiliki akses data yang lebih cepat.
Saat ini persaingan provider Telekomunikasi Selular di Indonesia baik GSM maupun CDMA (Code Division Multiple Access) sangat ketat. Adanya ladang bisnis baru dalam layanan operator telekomunikasi berteknologi GSM, tentunya mengundang beberapa pemain baru untuk turut mengais rejeki dalam bisnis ini. Sampai saat ini, tak kurang dari sembilan perusahaan operator layanan telekomunikasi selular sudah beroperasi di pasar telekomunikasi Indonesia. Dengan masuknya pemain baru, sudah pasti semakin menambah tingkat persaingan bisnis di pasar telekomunikasi Indonesia. Persaingan itu bisa dilihat dari banyaknya merek produk yang ada di pasar. Saat ini saja terdapat empat belas merek lebih untuk produk layanan operator telekomunikasi selular di Indonesia.
Tabel 1.1. Operator dan Merek Selular di Indonesia
No
Nama Operator

Merek

1.
PT. Telkomsel
  §  KartuHALO, SimPATI, Kartu AS
2.
PT. Indosat
  §  Mentari, Matrix, IM3, StarOne
3.
PT. Exelcomindo Pratama
  §  proXL Pra-bayar, proXL Pasca-bayar
4.
PT. Telkom – Telkom Flexi
  §  Flexi Trendy, Flexi Classy
5.
PT. Bakrie Telecom (Ratelindo)
  §  Esia
6.
Mobile-8 Telecom
  §  Fren
7.
8.
9.
PT. Komselindo
PT. Metrosel
Operator lainnya
  §  Smart
  §  Tri (3)
Sumber: Dari Berbagai Media

Adanya Terobosan terbaru dalam sistem jaringan telekomunikasi selular berbasis GSM yang nirkabel dengan teknologi GPRS (General Packet Radio Service), menjadi tantangan serius untuk sistem komunikasi sebelumnya yang berbasis kabel (fixed line). Yang merasakan dampak secara langsung dari adanya teknologi baru ini adalah PT. Telkom Indonesia, yang sebelumnya merupakan pemain satu-satunya di bisnis layanan telekomunikasi di Indonesia yang berbasis kabel (Fixed line). Seperti yang diungkapkan oleh Fadjar Prasetya, dalam majalah MASA (16-29 JUNI 2003) bahwa “Lahan bisnis Sambungan Langsung Jarak Jauh (SLJJ) PT. Telkom tergerus operator selular. Sekitar lima persen pangsa pasar telepon tetap (Fixed line) bermigrasi ke selular dalam setahun ini.”
Dengan kemajuan teknologi yang begitu pesat, saat ini telah tercipta teknologi komunikasi generasi ketiga yang disebut dengan CDMA (Code Division Multiple Access) 2000-1X. Teknologi komunikasi yang bersistem CDMA2000-1X ini diperkenalkan pertama kali oleh PT. Telkom dengan merek produknya ialah Telkom Flexi Trendy sebagai layanan kartu prabayar dan Telkom Flexi Classy untuk layanan kartu pascabayar. Dengan demikian PT. Telkom setidaknya dapat menandingi para pemain telekomunikasi selular sebelumnya. Apalagi dengan beberapa keunggulan baru yang tidak dimiliki oleh teknologi GSM, teknologi CDMA bisa menjadi tantangan untuk GSM. Misalnya,  GSM dengan teknologi GPRS (General Packet Radio Service) dalam transmisi data hanya mampu mencapai 20 kbps (kilo byte per second). Dibanding dengan CDMA dengan kemampuan transmisi data 60 kbps, yang sudah pasti akan berpengaruh terhadap tarif harga yang jauh lebih murah.  Belum lagi teknologi kedepan yang diramalkan lebih unggul dibanding teknologi telekomunikasi yang ada saat ini yang disebut-sebut sebagai teknologi jaringan kerja nirkabel (wireless LAN) yang jauh lebih murah penggunaan dan instalasinya (Kompas, 8 Desmber 2003, h.37)
Berbagai strategi bisnis untuk memenangkan persaingan telah dilakukan oleh masing-masing operator mulai dari menambah feature layanan berupa SMS, MMS, mobile/ponsel banking, pengecekan saldo rekening, auto-transfer, pembayaran tagihan rekening PLN/kartu kredit/PAM, bahkan pengecekan valuta asing, sampai perang tarif. Namun, ketika semua itu telah dilakukan oleh seluruh operator. Maka sudah tidak ada lagi keunggulan, sudah jelas karena semuanya sama. Tetapi, adakah unsur lain yang dapat dijadikan sebagai keunggulan bersaing?  Jawabannya adalah merek. Hanya dengan memiliki ekuitas merek yang kuat, merek dapat dijadikan sebagai unsur dalam keunggulan bersaing. Temporal dan Lee (2002) menyatakan, dalam abad yang mempunyai banyak kesamaan, permerekan akan membuat suatu perbedaan. Dalam dunia yang banyak kesamaan, citra adalah segalanya. Di medan pasar yang penuh sesak, yang terpenting adalah membedakan sebuah perusahaan atau produk dari yang lainnya. Dan merek tidak sekedar membedakan produk perusahaan dengan produk perusahaan lainnya, lebih dari itu merek ialah sebuah kumpulan nilai, simbol, status, aspirasi, prestise dan kekuatan. 
Beberapa contoh diantara merek-merek yang kuat, yang bukan saja mampu memberikan nilai kepada perusahaan tetapi juga kepada pelanggan ialah General Electric (GE), IBM, Sonny, Coca Cola dan merek-merek lainnya. (lihat tabel 2). Begitu pentingnya sebuah merek misalnya majalah bisnis SWA Sembada (No.4/2001) menyebutkan,  Philip Morris membeli merek Kraft Food seharga US$ 13 milyar, (600% lebih tinggi dari book value-nya). Begitupula merek Nabisco pada saat diakuisi KKR harganya US$ 26 milyar, ketika book value-nya seharga hanya US$ 5.8 milyar. Ini adalah sebuah bukti, sebuah nilai yang cukup fantastis yang hanya dapat diperoleh dari merek yang betul-betul kuat, sehingga merek bisa dipandang sebagai aset.

Tabel 1.2. Merek Termahal Dunia Tahun 2000
Ranking Merek
Harga (US$ Juta)
Berdiri (Tahun)
Umur (Tahun)
1.   Coca Cola
83.845
1886
114
2.   Microsoft
56.654
1975
25
3.   IBM
43.781
1911
89
4.   General Electric
33.502
1903
87
5.   Ford
33.197
1903
97
6.   Disney
32.275
1923
77
7.   Intel
30.021
1968
32
8.   McDonald’s
26.231
1955
45
9.   T&T
24.181
1885
115
10. Marlboro
21.048
1900
100
11. Nokia
20.694
1865
135
12. Mercedes
17.781
1886
114
13. Nescafe
17.595
1938
62
14. Hewlett-Packard
17.132
1938
62
15. Gillette
15.894
1901
99
16. Kodak
14.830
1888
112
17. Sony
14.231
1958
42
18. Amex
12.550
1950
50
Sumber: Interbrand
Menurut survey yang dilakukan oleh majalah SWA (No.04/2001), dalam katagori penyelenggara telekomunikiasi. Nama Telkomsel memiliki ekuitas tertinggi, dengan hasil penilaian sebagai berikut: top of mind brand (7,900), top of mind advertising (7,770), brand share (42,230), quality (7,920), satisfaction (40,230), gain index (1,06), projected brand share (42,68), dan value brand (32,3). Peringkat selanjutnya secara berurutan adalah Satelindo, Komselindo, Exelcomindo, dan Metrosel.
Untuk dapat bersaing dalam dunia bisnis yang semakin kompleks dan kompetitif yang dihadapkan pada banyak ragam produk dan merek, suatu merek bukan saja harus dikenal oleh konsumen, memiliki kesan atau citra yang baik, tetapi yang lebih penting adalah mampu memberikan ‘kesan khusus’ dalam ingatan konsumen terhadap manfaat-manfaat emosional dan fungsional yang dirasakan. Kesan khusus inilah yang memberikan sebuah merek memiliki nilai (value of brand) dimata konsumen. Sehingga, diharapkan bukan saja dapat meningkatkan loyalitas pelanggan yang sudah ada tetapi juga mampu menarik pelanggan baru yang potensial.
            Dalam penelitian ini penulis mencoba untuk mengkorelasikan ekuitas merek dengan keunggulan bersaing merek bersangkutan. Alasannya adalah dengan mengetahui keunggulan bersaing suatu merek di pasar, semakin tinggi kemungkinan merek tersebut unggul dalam persaingan. Unggul dalam persaingan bisa berarti perolehan pendapatan yang semakin besar, kemampuan yang baik untuk perluasan merek, tingginya persepsi konsumen terhadap merek tersebut, dan merek yang unggul akan memiliki karisma dimata konsumennya. Berdasarkan uraian di muka, maka penelitian dirumuskan dalam judul “Pengaruh euitas merek terhadap keunggulan bersaing suatu survei pada konsumen pengguna telepon seluler di Kota Bandung”
Jika anda memerlukan kajian lebih lanjut, hubungi e-mail: suparno_saputra@yahoo.com

No comments:

Post a Comment